BANDA ACEH - Dirjen Badan Peradilan Agama (Badilag), Drs. H. Muchlis, S.H., M.H., secara resmi membuka Workshop Optimalisasi Implementasi Penanganan Perkara Anak dalam Penegakan Restorative Justice di Mahkamah Syar’iyah Aceh, Selasa (15/07/2025).
Workshop yang berlangsung selama dua hari ini (15-16 Juli) bukan sekadar acara seremonial. Ini adalah ikhtiar nyata untuk memperkuat komitmen peradilan agama dalam menangani perkara anak dengan sentuhan keadilan yang lebih manusiawi, bermartabat, dan selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan serta syariat Islam. Harapannya, setiap anak yang berhadapan dengan hukum mendapatkan kesempatan kedua, sebuah jalan untuk kembali ke masyarakat dengan bekal yang lebih baik.
Dalam sambutannya, Dirjen Muchlis dengan lantang menyuarakan esensi keadilan restoratif. Bukan sekadar prosedur hukum yang kaku, melainkan sebuah filosofi yang mengedepankan pemulihan hak anak, rekonsiliasi antara pihak-pihak yang bersengketa, dan yang terpenting, “kepentingan terbaik anak” (the best interest of the child).
Pendekatan ini bukan isapan jempol belaka. Ia berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2024, serta Surat Keputusan Dirjen Badan Peradilan Agama Nomor 030/DJA/SK.OT.1/I/2025. Sebuah fondasi hukum yang kokoh untuk memastikan bahwa penyelesaian perkara anak tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi lebih pada pendekatan korektif, pemulihan, dan rekonsiliasi.
“Pendekatan keadilan restoratif bukan sekadar suatu prosedur hukum semata, melainkan sebuah filosofi yang menekankan pentingnya pemulihan hak anak, rekonsiliasi antar pihak yang bersengketa, serta prinsip utama “kepentingan terbaik anak” (the best interest of the child), ” kata Dirjen Muchlis, Hari (15 Juli 2025).
Namun, jalan menuju keadilan restoratif yang ideal tidaklah mudah. Dirjen Muchlis mengakui adanya tantangan yang menghadang. Perbedaan pemahaman tentang konsep dan penerapan restorative justice di kalangan aparatur peradilan agama, kompetensi teknis yang masih terbatas, serta sinergi antar instansi penegak hukum yang belum optimal, menjadi batu sandungan yang perlu diatasi.
Oleh karena itu, workshop ini diharapkan menjadi momentum penting untuk menyamakan visi, memperdalam pemahaman, dan membangun kerja sama lintas lembaga. Tujuannya jelas: menciptakan sistem peradilan yang responsif terhadap kebutuhan dan perlindungan anak.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI, Yang Mulia Dr. Yasardin, S.H., M.Hum., Ketua dan Wakil Mahkamah Syar’iyah Aceh, Yang Mulia Dr. Zulkifli Yus, M.H., dan Yang Mulia. Dr. Drs. Basuni, S.H., M.H, hakim tinggi, ketua Mahkamah Syar’iyyah se-wilayah MS Aceh. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata dukungan penuh terhadap implementasi keadilan restoratif.
Mengakhiri sambutannya, Dirjen Muchlis dengan mengucap “Bismillahirrahmanirrahim” secara resmi membuka workshop. Sebuah harapan besar tertumpang di pundaknya, agar kegiatan ini tidak hanya memperkuat sistem peradilan pidana anak, tetapi juga mampu memulihkan masa depan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, serta memperbaiki kerusakan sosial yang mungkin terjadi. Sebuah visi tentang keadilan restoratif yang humanis dan berorientasi pada masa depan yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa.(Badilag)